Pada jaman dahulu ada satu keluarga di daerah Tapanuli Utara. Tepatnya di desa Tarutung keluarga ini hidup dalam keadaan yang sangat sederhana, pekerjaan dari keluarga ini adalah bertani. Pasangan suami istri tersebut telah berkeluarga cukup lama yakni 15 tahun yang tidak dikaruniai keturunan. Pada usia ke 18 pernikahan merea, istri sang bapak tersebut mengalami gejala-gejal kehamilan. Alangkah bahagianya keluarga tersebut sejak lama menunggu sang anak.
Memasuki
usia ke 9 bulan janin tersebut ibu itu
akan melahirkan seorang anak laki-laki. Pasangan suami istri tersebut alangkah
bahagianya karena kelahiran anak laki-laki di dalam keluarga mereka. Sang ayah
memberi nama anak dengan nama Sampuraga.
Sampuraga
yang berkembang dewasa tidak ingin melihat keluarganya dalam keadaan yang
begitu saja hanya bertani di ladang Ia memiliki niat untuk merantau ke kota. Ia
meminta izin kepada ke dua orang tuanya. Dengan berat hati Sampuraga pun
dilepaskan untuk merantau ke kota. Untuk memperbaiki nasibnya di kota.
Setelah
cukup lama meninggalkan kampung halamannya. Sampuraga bekerja sangat keras
untuk memperbaiki nasibnya. Di kota sampuraga bekerja sebagai pedangang setelah
lama menjadi pedangang, Sampuraga berhasil dalam perdangannganya Ia menjadi
seorang yang kaya raya. Sampuraga memiliki niat untuk memiliki seorang istri
lalu sampuraga mempersunting seorang gadis kaya raya dan orang terpandang di
kota tersebut, setelah beberapa tahun menikah. Sampuraga dikarunia i anak laki-laki
dan perempuan. Akan saking kayanya Sampuraga sampai terdengar kabar kepada
kedua orang tuanya di kampung halamanya.
Orang
tua Sampuraga yang masih bertani di kampung berniat untuk menemui Sampuraga di
kota. Sesampai di kota ia bertemu juga dengan Sampuraga yang dulu miskin di
desa dan sekarang kaya di kota. Lalu ibu sampuraga ingin memeluk anak
satu-satunya Karna saking rindunya akan tetapi sampuraga mengelah dan berkata
siapa kalian orangtua rentah yang ingin memeluk saya di depan hadapan istri
saya. Lalu terkejutlah kedua orangtua Sampuraga yang lelah setelah menjalani
perjalanan yang jauh dari kampung ke kota atas kesombongan anak nya tersebut.
“
aku ini ibumu yang telah mengandung kamu selama 9 bulan di rahim aku dan ini
ayahmu yang telah mendidik kamu dan bersusah paya memberi kamu makan ” kata
sang ibu.
“
aku tidak memiliki orang tua seperti kalian kedua orang tua saya sudah mati
jadi sekarng pergilah kalian jangan mengaku-ngaku menjadi orangtua saya.
Pergi..... ” kata Sampuraga
“
jadi kamu tidak mengenal kami aku ini
ayah mu ” kata sang ayah
“ ahhh... diam kalian aku tidak memiliki orang
tua seperti kalian jadi pergi !!!! ” kata
sampuraga tanpa disadarinya datanglah
angin dengan tiba-tiba yang sangat kencang dan suara gemuruh petir yang berdesir
secara berulang-ulang dan menyambar sampuraga, kemudian sampuraga jatuh dan
mati terbakar dan menjadi batu lalu kedua orang tua sampuraga menangis melihat
anaknya yang kaku menjadi patung batu. Demikianlah hukuman dari tuhan atas
kesombongan yang dilakukan oleh Sampuraga yang tidak mengingat orang tuanya
yang susah dikampung halamannya di Tarutung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar