Jumat, 22 April 2016
Putri Kaca Mayang
Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri, tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh. Raja Aceh pun berniat meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda Raja, titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang.”
“Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib.
Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda, tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong, “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini.”
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib.
Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan.
Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya, sampailan mereka di istana. Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana.
Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak kehilangan putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru.
Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar