Legenda Danau Toba & Pulau Samosir berangkat dari cerita rakyat daerah Sumatera Utara.
Menceritakan kisah pemuda miskin yang menikahi wanita cantik jelmaan
ikan. Setelah menikah, si pemuda miskin tersebut melanggar janji yang
diucapkannya saat menikah sehingga mengakibatkan terbentuknya Danau
Toba.
Pada jaman dahulu hidup seorang pemuda
yatim piatu yang miskin. Ia tinggal di sebuah lembah subur. Sehari-hari
ia menghidupi dirinya dengan cara bertani & mencari ikan di sungai
yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Hasil bertani beserta ikan hasil
memancing ia masak untuk dijadikan lauk makanannya. Selama ini mudah
saja baginya mendapatkan ikan dari sungai yang berair jernih tersebut.
Suatu sore, sepulangnya dari ladang, ia
pergi memancing di sungai. Setelah sekian lama memancing, ia tak kunjung
mendapatkan ikan. Kejadian seperti ini belum pernah dialaminya. Ahirnya
ia menarik pancingnya kemudian memutuskan pulang ke rumah. Namun
anehnya ketika pancing ditarik, seekor ikan tiba-tiba menyambarnya.
Hatinya senang ketika melihat seekor ikan mas cantik tergantung di ujung
tali pancingnya. Si pemuda bergegas pulang ke rumah untuk memasak ikan
tersebut.
Setibanya di rumah, si pemuda menaruh
ikan mas di sebuah wadah. Ia segera menyiapkan kayu bakar untuk memasak.
Ternyata kayu bakar yang dimiliki si pemuda telah habis. Dia segera
keluar untuk mengambil kayu bakar di belakang rumahnya. Setelah
mengambil beberapa potong kayu bakar dia kembali ke dapur untuk memasak.
Betapa terkejutnya si pemuda,
sesampainya di dapur ia mendapati ikan mas telah hilang. Namun anehnya
di dekat tempat ikan mas tersebut terhampar beberapa keping uang mas.
Karena kebingungan, si pemuda kemudian masuk ke dalam kamarnya. Betapa
terkejutnya pemuda tersebut ketika melihat seorang wanita cantik di
dalam kamarnya.
“Siapakah engkau hai wanita cantik? Darimana asalmu? Kenapa engkau ada di dalam rumahku?” Tanya si petani keheranan.
“Aku adalah ikan mas hasil tangkapanmu
tadi, sedangkan uang emas di atas meja adalah penjelmaan dari sisik
tubuhku.” jawab wanita cantik tersebut.
“Maukah engkau menjadi istriku hai wanita cantik?” tanya si pemuda malu-malu.
Si wanita menunduk & terdiam
sejenak, kemudian berkata “Baiklah aku bersedia menjadi istrimu tapi
dengan satu syarat engkau tak boleh mengungkit-ungkit asal usulku. Aku
penjelmaan ikan.”
“Baiklah, aku menyanggupi syaratmu.” ujar si petani sambil mengganggukkan kepala.
Tak lama kemudian merekapun menikah.
Waktu berlalu begitu cepat bagi sepasang suami istri berbahagia. Tanpa
terasa mereka telah memiliki seorang anak laki-laki yang mereka beri
nama Samosir. Setelah berumur 6 tahun, Samosir berubah menjadi anak
sangat nakal & sulit untuk dinasehati. Ibunya sering menyuruhnya
mengantarkan nasi untuk ayahnya di ladang, tapi Samosir selalu
menolaknya. Ibunya terpaksa mengantarkan sendiri nasi untuk suaminya ke
ladang.
Suatu hari, seperti biasanya, Samosir
disuruh ibunya mengantarkan nasi ke ladang. Awalnya ia tidak mau, tapi
karena ibunya terus memaksa akhirnya ia pun pergi ke ladang mengantarkan
nasi untuk ayahnya. Di tengah perjalanan ke ladang, Samosir merasa
lapar dan kemudian memakan bungkusan nasi untuk ayahnya hingga habis.
Samosir hanya menyisakan tulang ikan. Ia kemudian membungkusnya kembali.
Sesampainya di ladang Samosir memberikan bungkusan nasi pada ayahnya.
Karena sudah sangat lapar, ayah Samosir langsung membuka bungkusan nasi
tersebut. Mengetahui isi bungkusan hanya berisi tulang ikan, si ayah
kemudian memarahi Samosir.
“Hai Samosir!, apa yang kamu lakukan?
Kenapa di dalam bungkusan hanya berisi tulang ikan? Kau kah yang
memakannya?” teriak ayahnya pada Samosir.
“Maaf ayah, di jalan perut saya merasa lapar, jadi saya makan nasi punya ayah.” kata Samosir ketakutan.
Si ayah marah besar kemudian menampar pipi anaknya sambil berkata bahwa anaknya adalah anak ikan.
“Memang benar-benar kamu ini keterlaluan, anaknya ikan!”
Samosir menangis karena ditampar
ayahnya. Ia berlari pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, Samosir
bertanya pada ibunya apakah ia memang benar anak ikan.
“Ibu…benarkah apa yang dikatakan ayah bahwa aku anaknya ikan?”
Sang ibu kaget mendengar pertanyaan
anaknya. Sambil menangis ia memeluk Samosir. Sang ibu berkata bahwa
ayahnya telah melanggar sumpah.
“Ayahmu telah melangar sumpahnya. Ia bersumpah tak akan mengungkit asal-usul ibu. Sekarang ibu harus kembali ke alam ibu.”
Tiba-tiba saja langit berubah menjadi
gelap, petir menyambar-nyambar disusul hujan deras. Samosir dan ibunya
hilang tak berbekas, sedangkan dari bekas telapak kaki keduanya keluar
air sangat deras. Tidak lama kemudian tempat tersebut tergenang air
membentuk sebuah danau. Sementara si ayah tidak bisa menyelamatkan
dirinya. Dia mati tenggelam ke dalam danau. Masyarakat kemudian menyebut
danau tersebut dengan nama Danau Tuba. Sedangkan pulau kecil yang
terletak di tengah danau disebut dengan nama pulau Samosir. Kata tuba
memiliki arti tidak tahu balas budi. Seiring waktu, masyarakat lambat
laun menyebutnya Danau Toba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar