cerita Rakyat dari : Aceh
Alkisah, di sebuah daerah di Kabupaten Aceh Tenggara, hiduplah
seorang janda bersama dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si
Kepar. Ayah dan ibu si Kepar bercerai sejak si Kepar masih berusia satu
tahun, sehingga ia tidak mengenal sosok ayahnya. Sebagai anak yatim, Si
Kepar sering diejek oleh teman-teman sepermainannya sebagai jazah (anak
tak berayah). Oleh karena itu, Si Kepar ingin mengetahui siapa
sebenarnya ayahnya.
Pada suatu hari, Si Kepar pun menanyakan hal itu kepada ibunya. Pada
awalnya, ibunya enggan menceritakan siapa dan di mana ayah Si Kepar.
Namun, akhirnya diceritakan juga setelah Si Kepar mengancam akan bunuh
diri jika tidak diceritakan. Setelah jelas siapa dan di mana ayahnya, Si
Kepar pun berniat untuk menemui ayahnya di atas sebuah gunung yang
sangat jauh.
Setelah berpamitan pada ibunya, Si Kepar pun berangkat untuk menemui
ayahnya dengan perbekalan secukupnya. Ia berjalan sendiri melawati hutan
belantara, menyeberangi sungai dan mendaki gunung. Akhirnya, sampailah
ia pada tempat yang dimaksud ibunya. Dari kejauhan, tampaklah seorang
laki-laki setengah baya yang sedang menyiangi rumput di tengah-tengah
ladangnya. Si Kepar pun segera menghampiri dan menyapanya.
“Selamat siang, Pak!”.
“Siang juga, Nak!” jawab Bapak itu.
“Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya pula Bapak itu.
“Saya Si Kepar. Berasal dari Tanah Alas,” jawab Si Kepar.
“Tanah Alas?” ucap Bapak itu. Ia tersentak kaget mendengar jawaban Si Kepar.
“Kenapa Bapak kaget mendengar nama itu?” tanya Si Kepar.
“Oh tidak, Nak! Tidak ada apa-apa,” jawab Bapak itu.
“Apa yang membawa kamu ke sini, Par?” tanya balik bapak itu.
Si Kepar pun menceritakan maksud kedatanganya, namun ia tidak
menceritakan kalau ibunya masih hidup. Setelah mendengar cerita si
Kepar, tahulah Bapak itu bahwa Si Kepar adalah anaknya.
Sejak itu, Si Kepar mulai silih berganti tinggal bersama ayah atau
ibunya. Dalam seminggu, terkadang Si Kepar tidur tiga malam di tempat
ayahnya, baru kembali ke tempat ibunya. Si Kepar tidak pernah
menceritakan kepada ibunya kalau ia tidur di tempat ayahnya. Bahkan, ia
mengatakan kepada ibunya, bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Semua hal
ini dilakukan oleh Si Kepar, karena ia ingin kedua orang tuanya menyatu
kembali agar tidak lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.
Segala daya dan upaya dilakukannya agar keinginannya dapat tercapai,
walaupun ia harus berbohong kepada kedua orang tuanya. Setelah berdoa
sehari-semalam, Si Kepar mendapat petunjuk dari Yang Mahakuasa. Petunjuk
itu adalah menyatakan kehendaknya kepada ibunya untuk memiliki ayah
tiri. Harapan ini juga disampaikan kepada ayahnya untuk memiliki ibu
tiri. Pada suatu malam, Si Kepar menyampaikan harapannya itu kepada
ibunya.
“Bu, sebenarnya Kepar kasihan melihat ibu yang setiap hari bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan kita. Jika ibu ingin menikah lagi, Kepar
tidak keberatan memiliki ayah tiri.” Mendengar perkataan Kepar itu,
ibunya termenung sejenak, lalu berkata, “Benarkah kamu tidak keberatan,
Par?”
“Tidak, Bu! Kepar sangat senang jika memiliki ayah lagi, agar
teman-teman Kepar tidak akan lagi mengejek Kepar sebagai jazah,” Kepar
menjelaskan alasan sebenarnya ingin memiliki ayah lagi.
“Tapi…, siapa lagi yang mau menikah dengan ibu yang sudah tua ini,” kata ibu Kepar merendah.
“Ibu tidak perlu khawatir. Serahkan saja masalah itu kepada Kepar,”
jawab Kepar dengan perasaan lega, karena jawaban ibunya menandakan
bersedia menikah lagi.
Keesokan harinya, Kepar kemudian pergi ke gunung menemui ayahnya untuk menyampaikan harapan yang sama.
“Ayah! Bolehkah Kepar meminta sesuatu kepada, Ayah?” tanya Kepar kepada ayahnya.
“Apakah itu, Anakku!” jawab ayah Kepar penasaran.
“Sebenarnya Kepar merasa kasihan melihat ayah yang setiap hari harus
bekerja di ladang dan memasak sendiri. Jika ayah tidak keberatan, Kepar
akan mencarikan seorang perempuan yang pantas untuk mendampingi ayah,”
kata Kepar kepada ayahnya.
“Siapa lagi yang mau dengan ayah yang sudah tua ini?” jawab ayah Kepar tersenyum.
“Tenang, Ayah! Masih banyak janda-janda yang sebaya dan pantas untuk
ayah di Tanah Alas,” kata Kepar kepada ayahnya memberi harapan.
“Ah, yang benar saja, Par!” jawab ayah Kepar dengan santainya.
Mendengar jawaban itu, Kepar pun tahu kalau ayahnya bersedia menikah
lagi. Akhirnya, kedua orang tuanya menyetujui harapan Si Kepar. Namun,
mereka belum mengetahui siapa jodohnya yang oleh mereka sama-sama telah
menyerahkan masalah itu kepada Si Kepar.
Setelah itu, Kepar pun mulai mengatur taktik dan strategi untuk
mempertemukan kedua orang tuanya yang semula beranggapan bahwa pasangan
mereka sudah meninggal sebagaimana keterangan Si Kepar. Si Kepar
mempertemukan mereka di sebuah dusun yang berada di lereng gunung, tidak
jauh dari tempat tinggal ayahnya. Pertemuan ini tidak dilakukan di
Tanah Alas, agar ayahnya tidak teringat dengan tempat itu, dimana dulu
ia pernah tinggal di sana selama puluhan tahun.
Akhirnya, berkat usaha Kepar, kedua orang tuanya bersatu kembali.
Mereka berdua hidup harmonis seperti sedia kala. Melihat keadaan itu,
kini saatnya Si Kepar menceritakan keadaan yang sebenarnya, bahwa
perempuan yang dinikahi ayahnya itu adalah istrinya sendiri yang dulu
pernah ia nikahi. Demikian sebaliknya, laki-laki yang menikahi ibunya
itu adalah suaminya sendiri yang dulu pernah menikahinya. Setelah
mendengar keterangan dari Si Kepar tersebut, tahulah keduanya (ayah dan
ibu Kepar) keadaan yang sebenarnya. Meskipun keduanya telah dibohongi
oleh anaknya, keduanya tidak marah. Keduanya saling memaafkan atas
kesalahan masing-masing yang menyebabkan mereka bercerai. Mereka juga
berterima kasih kepada Si Kepar, karena telah menyatukan mereka kembali.
Si Kepar pun sangat senang menyambut kehadiran ayahnya di tengah-tengah
keluarganya. Akhirnya, mereka bertiga hidup dalam sebuah keluarga yang
rukun, damai dan penuh kebahagiaan. Sejak itu pula, Si Kepar tidak
pernah lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar