Rabu, 25 Mei 2016

Kisah Rakyat Perjuangan Pangeran Sarif


Pangeran Sarif adalah salah seorang ulama di Betawi. Ia terpaksa menyingkir keluar dari Jayakarta setelah Jayakarta dikuasai Kompeni Belanda. Bersama para ulama dan kekuatan lain yang menentang Kompeni Belanda, Pangeran Sarif menyusun kekuatan secara sembunyi-sembunyi. Ia sangat membenci penjajahan manusia atas manusia lainnya seperti yang dilakukan Kompeni Belanda terhadap bangsanya. Pangeran Sarif yakin, suatu saat kekuatan Kompeni Belanda akan dapat diusir dari Jayakarta.

Dalam pengungsiannya, Pangeran Sarif tetap aktif menyebarkan agama Islam. Ia memberikan pelajaran menulis huruf Arab dan membaca Al Qur’an. Dengan ketinggian ilmu agama yang dimilikinya, Pangeran Sarif juga menjelaskan makna dan tafsir ayat-ayat Al Qur’an tersebut. Penjelasannya disampaikannya dalam bahasa sederhana yang kerap diselingi dengan humor hingga dapat ditangkap dengan mudah oleh murid-muridnya. Kian bertambah hari kian banyak saja orang yang datang kepada Pangeran Sarif dan meminta menjadi muridnya.

Pangeran Sarif kerap berkeliling dari daerah ke daerah lainnya untuk menyebarkan agama Islam dan juga menyusun kekuatan untuk menentang Kompeni Belanda. Pada suatu hari Pangeran Sarif menuju daerah Pasar Minggu. Ia hendak menuju desa Bendungan. Ketika sampai di pinggir kali Ciliwung, gerimis turun.

 Pangeran Sarif segera mengenakan kerudung di kepalanya untuk melindungi kepalanya dari air hujan. Mendadak Pangeran Sarif melihat sebuah perahu yang terlihat menuju arah kota.
Sejenak berbincang-bincang, pemilik perahu menyatakan kepada Pangeran Sarif bahwa ia hendak menuju kota. Pangeran Sarif lalu meminta diri dan secepatnya menyelinap dijalan setapak di antara semak-semak. Pangeran Sarif perlu melakukan tindakan itu untuk menghilangkan jejak. Ia perlu berhati-hati, terutama kepada orang yang hendak menuju kota.

Bisa jadi, orang itu akan melaporkan keberadaannya kepada Kompeni Belanda. Menurut kabar yang didengarnya, dirinya termasuk salah satu orang yang paling dicari oleh pernerintah Kompeni Belanda karena dianggap amat luas pengaruhnya untuk menentang pemerintah Kompeni Belanda.

Seketika Pangeran Sarif menyelinap, si tukang perahu buru-buru mengarahkan perahunya untuk mengikuti Pangeran Sarif. Begitu pula ketika Pangeran Sarif berbelok arah dengan memasuki sebuah terowongan, si tukang perahu buru-buru pula mengikutinya. Terowongan itu tembus hingga ke sungai Sunter di dekat Pondok Gede. Hingga ke daerah itu si tukang perahu terus mengikuti.

Si tukang perahu merasakan keanehan. Terowongan yang tadi dilewatinya terlihat sempit dan gelap. Hingga saat itu ia belum pernah melewatinya. Bahkan, ia belum pernah mendengar adanya terowongan itu. Ketika menyadari keanehan itu, ia pun bermaksud untuk kembali ke sungai Ciliwung dengan memasuki terowongan sempit lagi gelap itu. Benar-benar mengherankan, terowongan itu sudah tidak ada lagi!

Si tukang perahu lantas menghampiri Pangeran Sarif. Katanya, “Ampunilah saya wahai Wan Haji. Sungguh, saya tidak bermaksud buruk dengan mengikuti Wan Haji.”
“Jangan meminta ampun kepadaku,” jawab Pangeran Sarif “Mintalah ampun kepada Allah, karena hanya Allah yang pantas engkau mintai ampun.”

Si tukang perahu lantas memohon ampun kepada Allah dengan cara mengikuti ucapan Pangeran Sarif. Katanya kemudian, “Saya ingin menjadi murid Wan Haji. Saya ingin mendapatkan ilmu dan pengetahuan agama Islam yang dapat saya terapkan dalam kehidupan saya:’

Pangeran Sarif bersedia mengajarkan agama Islam kepada si tukang perahu. Sejak saat itu si tukang perahu menjadi murid sekaligus pengikut Pangeran Sarif yang sangat setia. Adapun terowongan gaib yang sempat dilewati si tukang perahu di kemudian hari disebut Lubang Buaya oleh penduduk yang mengetahui ceritanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar