Tesebutlah sebuah keluarga yang hidup di rantau Mahakam pada zaman
dahulu. Keluarga itu terdiri dari sepasang suami istri beserta dua anak
mereka yang terdiri dari seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan.
Keluarga itu mengupayakan pertanian untuk menopang kehidupan mereka.
Hasil perladangan dan perkebunan mereka banyak hingga mereka dapat hidup
berkecukupan. Keluarga itu pun berbahagia.
Kebahagiaan keluarga itu tampaknya tidak berlangsung lama. Sang Ibu
mendadak jatuh sakit. Meski telah diupayakan untuk diberi ramuan
obat-obatan dan juga didatangkan beberapa tabib untuk mengobati, namun
penyakit yang diderita sang Ibu bertambah parah. Hingga akhirnya sang
Ibu pun menghembuskan napas terakhirnya.
Sepeninggal sang Ibu, sang Ayah lantas menikah lagi dengan seorang
perempuan yang baru dikenalnya dalam sebuah pesta. Tidak jelas asal-usul
perempuan itu. Ia pun menjadi ibu pengganti dua anak piatu tersebut.
Ternyata, perempuan itu kejam sifatnya terhadap kedua anak tirinya.
Si ibu tiri memerintahkan kedua anak itu bekerja keras di rumah. Semua
pekerjaan rumah dibebankan kepada keduanya untuk mengerjakannya. Jika
kedua anak itu dilihatnya malas-malasan, si ibu tiri tidak jarang
memukul dan menganiaya dua anak tirinya itu. Adapun makanan yang
diberikannya kepada dua anak tirinya itu adalah makanan sisa dari ayah
keduanya. Ayah kedua anak itu sesungguhnya mengetahui tindakan kejam
istrinya terhadap dua anaknya itu. Namun, ia hanya diam saja karena rasa
cinta dan sayangnya kepada istrinya.
Pada suatu hari ibu tiri itu memerintahkan dua anak tirinya untuk
mencari kayu bakar di hutan. “Jangan kalian pulang sebelum kalian
mendapatkan banyak kayu bakar,” perintah si ibu tiri.
Kedua anak itu berangkat menuju hutan. Mereka bekerja keras untuk
mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Meski telah seharian bekerja keras,
kayu bakar yang mereka dapatkan mereka anggap belum cukup banyak.
Keduanya lantas memutuskan untuk bermalam di hutan itu. Mereka berniat
melanjutkan pencarian kayu bakar keesokan harinya.
Keesokan harinya kedua anak itu kembali mencari dan mengumpulkan kayu
bakar. Hingga tengah hari keduanya mencari hingga akhirnya mereka
hentikan pencarian karena mereka merasa sangat lapar. Mereka berusaha
mencari sesuatu yang dapat mereka makan. Namun, karena makanan yang
mereka cari tidak mereka temukan, keduanya hanya bisa terduduk. Tak
berapa lama kemudian keduanya tergeletak di atas tanah karena tubuh
mereka lemas.
Tiba-tiba muncul seorang kakek yang lantas menyapa keduanya. Kedua
anak itu menceritakan kejadian yang mereka alami. Si kakek sangat iba
hati. Katanya kemudian seraya menunjuk ke suatu tempat di hutan itu,
“Pergilah kalian ke tempat itu. Di sana banyak tumbuh aneka tanaman
buah. Kalian bisa mengambil dan memakannya hingga kalian tidak lagi
kelaparan.”
Dua anak itu akhirnya menemukan aneka tanaman buah seperti yang
disebutkan si kakek. Mereka memakan buah-buahan yang telah masak dengan
sangat lahapnya hingga keduanya merasa kenyang. Setelah perut mereka
kenyang, keduanya memutuskan untuk kembali ke rumah seraya membawa kayu
bakar yang banyak. Dua kakak beradik itu amat terperanjat ketika tiba di
rumah, Rumah mereka terlihat kosong Ayah dan ibu tirinya ternyata telah
pergi membawa semua harta benda mereka.
Dua anak itu memutuskan untuk
mencari ayah mereka. Beberapa tetangga yang merasa iba dengan nasib dua
anak itu akhirnya menukarkan makanan mereka dengan kayu bakar. Dengan
bekal makanan itulah dua anak itu pergi mencari ayah mereka. Keduanya
terus berjalan hingga dua hari dua malam. Perbekalan mereka pun akhirnya
habis. Beruntung mereka menemukan rumah seorang kakek. Si kakek
menolong keduanya. Tidak hanya memberikan makanan, si kakek juga
memberitahukan ke mana orangtua dua anak itu berada.
Dua anak itu kembali melanjutkan perjalanan. Tibalah keduanya di
tempat yang ditunjukkan si kakek setelah mereka menempuh perjalanan
selama dua hari dua malam. Mereka menemukan sebuah rumah. Terperanjat
bercampur gembira keduanya ketika mendapati pakaian ayah mereka
tersampir di tali jemuran. Mereka bergegas memasuki rumah itu. Ayah dan
ibu tiri mereka tidak mereka temukan di dalam rumah. Yang mereka temukan
adalah bubur yang tengah dimasak di dalarn periuk.
Si kakak tidak lagi bisa menahan rasa Iaparnya. Bubur yang masih
berada di dalam periuk itu lantas diambil dan dimakannya. Ia sangat
kepanasan. Si adik tidak mau ketinggalan. Bubur yang masih panas itu pun
dimakannya, Ia juga kepanasan. Keduanya lantas berlarian untuk mencari
sesuatu yang dapat membuat tubuh keduanya dingin. Mereka mencari sungai.
Namun, karena sudah tidak tahan dengan panas yang mereka rasakan,
keduanya bergantian memeluk batang-batang pisang Batang-batang pisang
menjadi layu dan kering setelah mereka peluk. Ketika keduanya akhirnya
menemukan sungai, kakak beradik itu langsung terjun ke dalam sungai.
Ayah dan ibu tiri dua anak itu kembali ke rumah. Keduanya keheranan
saat mendapati banyak pohon pisang yang Iayu dan hangus. Si Ayah sangat
terkejut ketika tiba di rumah dan mendapati dua mandau milik anaknya
tergeletak di dapur: Ia dan istrinya lantas bergegas mencari. Keduanya
akhirnya tiba di sungai. Mereka melihat dua ekor ikan besar yang
senantiasa menyemburkan air dari kepalanya yang mirip dengan kepala
manusia. Seumur hidupnya si ayah belum pernah menyaksikan ikan seperti
itu. Si ayah yang keheranan bertambah heran saat mendapati istrinya
telah menghilang secara gaib. Sadarlah dirinya jika istrinya itu adalah
makhluk gaib. Ia sangat menyesal karena beristrikan makhluk gaib yang
menyebabkannya berpisah dengan dua anaknya.
Berita perihal dua ikan dengan kepala menyerupai kepala manusia itu
segera tersebar. Warga berbondong-bondong datang ke sungai itu untuk
membuktikan. Mereka terheran-heran ketika akhirnya melihat dua ekor ikan
besar yang berulang-ulang menyembulkan kepalanya ke permukaan air
sungai seraya menyemburkan air. Mereka pun menamakannya ikan pesut. Ikan
yang mereka percayai merupakan penjelmaan dua anak yang berusaha
menemukan ayah mereka yang telah terbujuk perempuan makhluk gaib hingga
meninggalkan keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar