Alkisah, di sebuah negeri di daerah Lampung, Indonesia, ada seorang raja yang sudah puluhan tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama permaisurinya, namun belum dikaruniai seorang anak. Sang raja tidak sabar lagi ingin segera mempunyai putra yang kelak akan menggantikan kedudukannya. Ia pun mulai putus asa karena berbagai macam usaha telah dilakukannya, tetapi belum satu membuahkan hasil.
Suatu hari, ketika sang raja sedang duduk termenung seorang diri di singgasananya, tiba-tiba seorang pengawal istana datang menghadap.
“Ampun Baginda, jika kedatangan hamba mengganggu ketenangan Baginda!” lapor pengawal itu.
“Kabar apa yang akan kamu sampaikan pengawal?” tanya sang raja.
“Ampun, Baginda! Semoga berita yang hamba bawa ini adalah berita gembira buat Baginda,” kata si pengawal.
“Kabar apakah itu, hai pengawal? Cepat katakan kepadaku!” seru sang raja.
“Ampun, Baginda! Hamba baru saja mendengar kabar bahwa siapa pun yang ingin mempunyai anak hendaknya datang ke sebuah sumur yang dijaga oleh Putri Siluman,” lapor pengawal itu.
“Di mana sumur itu berada?” tanya sang raja dengan tidak sabar.
“Ampun, Baginda! Sumur itu berada di ujung negeri ini,” jawab pengawal itu.
Tanpa berpikir panjang, sang raja segera menuju ke tempat itu untuk menemui Putri Siluman. Alangkah terkejutnya saat ia tiba di sana karena wanita yang ditemuinya berbeda dari apa yang ada di dalam pikirannya. Sebelumnya, ia mengira bahwa wajah Putri Siluman itu sangat jelek dan menyeramkan. Namun, tanpa diduganya ternyata Putri Siluman adalah seorang wanita cantik yang mempesona. Tak ayal lagi, sang raja pun terpesona kepada kecantikan Putri Siluman itu. Niatnya yang semula ingin meminta pertolongan agar ia dan permaisurinya dikaruniai anak kini berubah menjadi ingin menikahi wanita penunggu sumur itu.
Putri Siluman itu pun tidak langsung menerima ajakan sang raja karena ia tahu bahwa raja itu masih mempunyai permaisuri di istana. Oleh karena itulah, ia menuntut kepada sang raja agar menceraikan permaisurinya.
“Jika Tuan ingin menikahi hamba, maka ceraikanlah permaisuri Tuan terlebih dahulu karena hamba tidak rela diduakan!” pinta Putri Siluman.
Sang raja yang telah dibutakan oleh cinta itu bersedia memenuhi tuntutan Putri Siluman. Apalagi ia menyadari bahwa selama ini permaisurinya tidak mampu memberikannya keturunan. Akhirnya, sang Raja bergegas kembali ke istana untuk menceraikan permaisurinya lalu mengasingkannya ke suatu tempat yang jauh. Setelah itu, ia pun menikahi Putri Siluman dan memboyongnya ke istana.
Beberapa bulan kemudian, Putri Siluman diketahui sedang mengandung. Alangkah senangnya hati sang raja mendengar kabar tersebut. Kehadiran putra penerus tahta kerajaan yang sudah bertahun-tahun dinantikannya tidak lama lagi akan menjadi kenyataan. Namun, sang raja lupa jika pemaisuri barunya adalah seorang siluman. Keadaan itu baru disadarinya ketika Putri Siluman mengidam kepala manusia untuk lauk makan setiap hari.
Tentu saja hal tersebut membuat sang raja bingung. Jika ia menolak permintaan Putri Siluman itu, maka keselamatan bayinya bisa terancam. Sang raja pun terpaksa menuruti semua permintaan Putri Siluman. Akibatnya, banyak rakyat yang menjadi korban. Keadaan itu membuat seluruh rakyat di negeri itu menjadi resah karena mereka tinggal menunggu giliran kepala mereka yang akan menjadi santapan Putri Siluman.
Berita tentang keresahan rakyat di negeri itu pun sampai ke telinga seorang pertapa sakti. Oleh karena prihatin terhadap nasib penduduk negeri itu, maka segeralah ia turun gunung dan kemudian menuju ke istana untuk menguji kesaktian Putri Siluman. Pertapa itu datang ke istana membawa seekor kepala kambing yang sudah disulap menjadi kepala manusia untuk dipersembahkan kepada Putri Siluman. Namun, tipu muslihat pertapa itu diketahui oleh Putri Siluman. Akhirnya wanita siluman itu menjadi murka dan seketika itu pula berubah menjadi setan yang menakutkan.
Meski demikian, pertapa itu tetap saja tenang dan bahkan menawarkan tubuhnya untuk dimakan Putri Siluman.
“Baiklah, Putri Siluman! Jika kamu memang sudah kelaparan, aku bersedia mengorbankan seluruh tubuhku untuk kamu santap. Silakan sembelihlah aku!” seru pertapa itu.
Tanpa berpikir panjang, Putri Siluman segera menyembelih dan kemudian memotong-motong tubuh pertapa itu hingga menjadi beberapa bagian. Begitu ia hendak menyantapnya, tiba-tiba potongan-potongan tubuh pertapa itu menyatu kembali. Tentu saja hal itu membuat Putri Siluman semakin murka. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya berubah menjadi setan. Pertarungan sengit antara Putri Siluman dengan pertapa itu pun tak terelakkan lagi. Pertarungan yang berlangsung cukup lama itu akhirnya dimenangkan oleh sang pertapa, sedangkan Putri Siluman melarikan diri entah ke mana dalam keadaan hamil. Sementara itu, sang raja harus menjalani kehidupannya sebagai raja tanpa didampingi permasuri.
Dua puluh tahun kemudian, di tempat pengasingannya, permaisuri raja hidup bersama dengan seorang pemuda gagah yang bernama Putra Mayang. Dia adalah putra sang raja dan sang permaisuri. Rupanya, ketika diasingkan oleh raja, sang permaisuri sedang mengandung tujuh hari. Ketika itu, jangankan sang raja, ia sendiri baru mengetahui hal itu setelah berada di tempat pengasingan. Setelah melahirkan, ia pun merawat putra semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang. Putra Mayang pun tumbuh menjadi pemuda yang sakti mandraguna karena sejak kecil ia berguru ilmu kesaktian kepada seorang kakek di tempat pengasingan itu.
Pada suatu hari, sang permaisuri bercerita kepada Putra Mayang bahwa ayahandanya adalah seorang raja yang sangat terkenal. Mendengar cerita itu, Putra Mayang berpamitan kepada ibundanya untuk mencari sang ayah. Setelah berhari-hari berjalan menyusuri hutan belantara, tibalah ia di kota kerajaan. Putra Mayang tidak ingin terburu-buru menemui ayahandanya karena khawatir tidak diakui sebagai anak. Oleh karena itu, ia menyamar sebagai juru masak istana untuk mengetahui suasana istana dan ayahandanya.
Pada suatu malam, ketika Putra Mayang sedang beristirahat tiba-tiba seisi istana menjadi gempar. Seorang bayi hilang diculik oleh seseorang yang misterius. Setelah diusut ternyata peristiwa itu bukan kali pertama terjadi di istana. Beberapa malam yang lalu, bayi seorang menteri juga menjadi korban penculikan. Mengetahui situasi tersebut, Putra Mayang mulai melakukan pengintaian secara diam-diam. Alhasil, pada malam berikutnya ia berhasil memergoki penculik tersebut dan kemudian mengejarnya hingga terpojok di sudut benteng istana.
“Hai keparat, berhenti!” seru Putra Mayang.
Penculik itu pun terpaksa berhenti karena terpojok. Sambil menggendong seorang bayi, penculik itu balik menantang Putra Mayang untuk mengadu kesaktian.
“Hai, anak muda! Ambillah bayi ini jika kamu berani!” tantang penculik itu.
“Hai, Penculik! Siapa kamu dan kenapa kamu menculik bayi yang tidak berdosa itu?” tanya Putra Mayang.
“Ketahuilah, aku ini adalah anak Putri Siluman dan raja negeri ini! Ha… ha… ha…!!!” jawab penculik itu seraya tertawa terbahak-bahak.
Rupanya, beberapa hari sebelum kedatangan Putra Mayang ke istana, anak Putri Siluman itu terlebih dahulu tiba di istana untuk mencari ayahandanya dan ternyata sang raja mengakuinya sebagai putra. Namun, tanpa sepengetahuan sang Raja, anak Putri Siluman itu menuruni tabiat ibunya sebagai siluman yang suka memangsa manusia.
Mendengar pengakuan tersebut, Putra Mayang menjadi tidak sabar ingin melenyapkan manusia siluman itu. Pertarungan antara kedua pemuda yang bersaudara seayah itu tidak terelakkan lagi. Dalam pertarungan tersebut, Putra Mayang berhasil mengalahkan anak Putri Siluman.
Sementara itu, Putri Siluman yang mengetahui hal tersebut menjadi murka. Ia pun mendatangi Putra Mayang di istana untuk membalaskan dendam anaknya sehingga terjadilah pertarungan sengit di antara keduanya. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Putra Mayang berhasil membinasakan Putri Siluman. Kematian wanita siluman dan putranya itu disambut gembira oleh sang raja dan seluruh rakyatnya. Negeri itu pun kembali aman dan damai.
Sementara itu, Putra Mayang segera menghadap sang raja untuk menyampaikan maksud kedatangannya ke istana.
“Ampun, Baginda! Apakah Baginda masih ingat dengan permaisuri yang pernah Baginda ansingkan dua puluh tahun lalu?” tanya Putra Mayang.
Mendengar pertanyaan itu, sang raja langsung tersentak kaget.
“Hai, anak muda! Apakah kamu mengenalnya? Apakah permaisuriku itu masih hidup?” tanya sang Raja secara bertubi-tubi.
Betapa terkejutnya sang raja ketika pemuda itu mengaku bahwa dia adalah putra dari permaisuri yang malang itu.
“Apa katamu? Kamu jangan mengada-ada, wahai anak muda! Bukankah permaisuriku itu mandul?” tanya sang raja.
Putra Mayang pun menceritakan semua peristiwa yang dialami bersama ibundanya di tempat pengasingan hingga ia bisa sampai ke istana. Mendengar cerita itu, sang raja menjadi terharu dan kemudian lansung merangkul Putra Mayang.
“Oh Putraku, maafkan ayah nak! Ayah sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan kalian,” ucap sang Raja sambil meneteskan air mata dalam pelukan putranya.
“Sudahlah, Ayahanda! Lupakanlah semua yang sudah terjadi,” ujar Putra Mayang dengan penuh bijaksana.
“Terima kasih Putraku karena kalian sudah memaafkan kesalahan ayah,” kata sang raja.
“Baiklah, ayahanda! Sebaiknya kita segera menjemput ibunda. Beliau sudah lama sekali merindukan ayahanda,” kata Putra Mayang.
Setelah menyiapkan segala perlengkapan dan sejumlah pengawal istana, berangkatlah sang raja bersama Putra Mayang untuk menjemput permaisurinya di tempat pengasingan untuk diboyong ke istana. Akhirnya, sang raja dapat berkumpul kembali bersama permaisuri dan putranya. Mereka pun hidup rukun dan bahagia.
Demikian cerita Putri Siluman dari daerah Lampung, Indonesia. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa sebaiknya kita jangan terlalu cepat berputus asa seperti sang raja. Oleh karena putus asa tidak dikaruniai seorang putra, ia rela menceraikan permaisurinya dan menikah dengan wanita siluman. Akibatnya, banyak orang yang menjadi korban atas tindakannya tersebut. Selain keluarganya tersia-siakan, banyak pula rakyatnya yang menjadi korban dari keberingasan Putri Siluman dan putranya yang suka memangsa manusia. Selain itu, sifat pemaaf seperti yang dimiliki oleh Putra Mayang dan ibundanya merupakan sifat yang terpuji. Sebesar-besar kesalahan sang Raja, mereka masih bersedia memaafkannya sehingga mereka pun dapat berkumpul kembali dan hidup bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar