Kamis, 30 Juni 2016

Asal Usul Bukit Kancah


Cerita Rakyat Jambi Asal Usul Bukit Kancah


Di dalam sebuah hutan yang lebat di Negeri Tanjung, hidup tiga orang kakak beradik, Kakak Sulung dan Kakak Tengah adalah laki-laki dan Si Bungsu seorang perempuan. Semenjak orangtua mereka meninggal, mereka hanya tinggal bertiga di hutan dan tidak pernah berinteraksi dengan orang lain. Mereka bertiga terkenal sakti, karena setiap hari mereka berteman dengan berbagai jenis siluman.

Suatu saat, Negeri Tanjung mendapat ancaman penyerangan dari negeri tetangga. Sang Raja merasa gundah, karena negeri tetangga sangat kuat. Lalu, Raja bermaksud meminta pertolongan kedua laki-laki dari tiga bersaudara tersebut. la mengutus pengawalnya mencari Si Sulung dan Si Tengah untuk datang ke istana sebelum bulan purnama tiba.

Kakak Sulung dan Tengah mempertimbangkan permintaan Raja untuk membela Negeri Tanjung. Namun, mereka ragu meninggalkan adik bungsu mereka sendirian di hutan. Kakak Sulung dan tengah khawatir, adik mereka akan diganggu oleh makhluk lain atau binatang buas. Kemudian, mereka bertiga berunding mencari jalan terbaik untuk keselamatan adik mereka.

“Kak, begini saja. Selama kita pergi, adik bungsu kita tutup dengan sebuah kancah atau kuali yang besar. Lalu, kakak bacakan mantera, sehingga adik tidak akan dapat dilihat oleh makhluk apa pun,” kata Kakak Tengah.

“Idemu bogus, Dik. Baiklah, sebelum besok kita berangkat ke istana kita lakukan idemu itu,” kata Kakak Sulung.

Hari berganti dan kedua kakak beradik ini harus segera menuju ke istana. Ketiga bersaudara itu duduk berkeliling. Mereka berpegangan tangan dengan sedih, karena sebentar lagi akan berpisah dengan adik bungsu mereka. Selama ini mereka tidak pernah terpisahkan. Mereka berpelukan sambil menangis.
Tibalah saatnya, Kakak Tengah mengambil sebuah kancah dan menutupkannya dengan tubuh Si Bungsu di dalam kancah tersebut. Lalu, Kakak Sulung membacakan mantera di hadapan kancah yang berisi adik mereka. Setelah selesai membacakan mantera, kancah tersebut menghilang dari pandangan.
“Nah, adikku sayang, sekarang kau aman, karena tiada seorang pun yang dapat melihatmu. Kakak berdua akan segera kembali padamu,” kata Kakak Sulung.

Dengan perasaan sedih, Kakak Sulung dan Kakak Tengah meninggalkan si bungsu. Mereka menuju istana dan siap untuk membantu kerajaan menghadapi musuh.

Kakak beradik ini ditunjuk sebagai panglima perang oleh Raja. Dengan kehebatan mereka dan juga bantuan dari para siluman hutan, mereka berhasil memenangkan pertempuran.

Setelah memenangi pertempuran ini, Raja mengangkat keduanya menjadi hulubalang istana. Hal ini membuat iri beberapa hulubalang lainnya. Kemudian, para hulubalang berusaha menjatuhkan kakak beradik itu dengan bekerja sama dengan musuh untuk menghancurkan Negeri Tanjung.

Raja Negeri Tanjung meminta mereka untuk menghadapi serangan para hulubalang yang sudah berkhianat. Kakak beradik yang sakti itu merasa ragu, karena mereka akan berhadapan dengan kawan-kawan mereka sendiri.

Raja membujuk mereka untuk segera bertindak. Dalam pertempuran ini, Kakak Sulung gugur, karena ia tidak bisa menggunakan kemampuan manteranya dalam keadaan masih penuh keraguan untuk berperang melawan kawan-kawannya sendiri.

Kakak Tengah sangat terpukul dengan kematian kakak sulung, ia lalu berusaha sekuat tenaga memenangi pertempuran tersebut hingga akhirnya Negeri Tanjung pun berhasil mengalahkan musuh.
Sebagai rasa terima kasih, Raja Negeri Tanjung lalu menikahkan putrinya yang cantik dengan Kakak Tengah. Ia berharap Kakak Tengah dapat menjadi penggantinya kelak memimpin Negeri Tanjung.
Usai pesta pernikahan, Kakak Tengah minta izin kepada Raja untuk pulang ke kampung halamannya. Ia bermaksud mencari adiknya.

Pertemuan dengan adiknya sungguh mengharukan. Kakak Tengah menangis sambil memeluk kancah besar yang dipakai untuk menutupi adiknya. Kini, adiknya tidak dapat terlihat lagi, karena hanya Kakak Sulung yang bisa membacakan manteranya. Ia hanya dapat mendengar suara adiknya tanpa bisa melihat wujudnya lagi. Si Tengah menangis sambil memeluk kancah tersebut. Kepada adiknya ia menceritakan bahwa kakak mereka telah tiada. Si Bungsu menangis tersedu-sedu. Mereka saling melepas rindu dengan bercakap-cakap.

Setelah puas bercakap-cakap, Kakak Tengah minta izin kepada adiknya untuk kembali ke istana.
“Tunggulah, adikku. Kakak pasti akan mencari cara untuk membebaskanmu sehingga kau dapat terlihat kembali,” janji Kakak Tengah. Adik Bungsu kembali menangis tersedu-sedu.
Si Tengah kembali ke kerajaan.

Ia terus berpikir bagaimana cara menyelamatkan adiknya. Namun, sampai bertahun-tahun ia belum menemukan caranya.

Sementara itu di hutan, kancah yang menutupi Si Bungsu semakin lama semakin membesar. Di bagian atasnya ditumbuhi pepohonan sehingga kancah itu berubah menjadi sebuah bukit. Bukit itu dinamakan Bukit Kancah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar